Selasa, 03 Desember 2019

belajar mengaji online


Di jaman milenial ini, semua yang susah bisa jadi gampang. Tapi yang gampang juga bisa jadi dibikin susah. Contohnya masalah ngaji, atau belajar agama. Dengan semakin banyaknya platform digital, semakin banyak pula media dakwah yang menjadi pilihan. Akun-akun dakwah bertebaran di mana-mana, dari mulai facebook, instagram, twitter, youtube, line, sampai whatsapp bisa dijadikan media untuk berdakwah. Harusnya ini jadi berita gembira untuk orang-orang yang ingin belajar agama, semua bisa diakses dengan mudah dan cepat. Tapi, yang jadi masalah adalah belajar agama tidak bisa instan bro en sist, bisa bahaya.

Memang benar, dalam mempelajari segala sesuatu kita harus punya pegangan yang kuat, agar tidak gampang terjerumus kepada hal-hal yang tidak diinginkan. Dalam belajar agama, dalam hal ini agama Islam, tentu saja yang menjadi pegangan adalah Al-Qur’an dan Al-Hadist. Tapi, Al-Qur’an dan Hadist juga banyak tafsirnya, itu sebabnya kita perlu guru untuk membimbing kita. Lalu, bagaimana dengan modern people yang nggak punya waktu untuk ketemu guru ngaji? Kalo ada yang gampang kenapa dibikin repot sih? Wong tujuannya positif, ingin memperbaiki diri, ngga ada salahnya kan belajar online?

Pernah suatu saat, saya sedang mendengarkan ceramah dari salah satu ustad yang terkenal lewat youtube dan instagram. Saya tidak tahu beliau lulusan pesantren mana, yang jelas beliau pernah menempuh pendidikan di Timur Tengah. Waktu itu saya mendengarkan tausiyah bab manajemen perasaan. Saya mendengarkan nasihat beliau karena menurut saya relefan dengan masalah yang sedang saya hadapi. Saat itu, saya sedang galau-galaunya mendengar kabar mantan kekasih akan menikah padahal belum lama putus dengan alasan hijrah (diketik dengan tetesan air mata).
Selain relefan, nasihat yang disampaikan bahasanya ringan dan mudah dimengerti oleh saya yang tidak suka mikir keras alias males mikir.

Dan dalam ceramahnya pun tidak terdapat provokasi atau apapun, lha wong mbahas masalah ati kok. Tapi tiba-tiba, kawan saya yang sedari kecil hidup di pesantren menegur saya “ngapain sih dengerin ceramah begituan? Ati-ati lho sama ustad-ustad yang gelarnya LC begitu”. Seketika saya mem-pause video yang sedang saya tonton, dan menatap dirinya yang sedang nonton channel Rafi Nagita dengan penuh tanda tanya (?)Saat saya tanya beneran (tidak hanya tatapan), kenapa harus ati-ati? Dia hanya menjawab “pokoknya aku nggak suka sama ustad-ustad yang lulusan luar negeri. Nggak jelas sanad keilmuannya”. Saat itu sebenarnya saya juga pengin ngomong “aku juga nggak suka nontonin yutub raffi nagita, nggak jelas faedahnya apa” tapi nggak jadi karena males ribut.

Seringkali saya berdebat dengan orang-orang semacam dia, saya hanya ingin berdiskusi sebenarnya, karena saya merasa masih sangat minim pengetahuan tentang Agama.  Saya memang sering menanyakan hal-hal yang saya dapatkan ketika saya ngaji di Youtube, kan katanya harus di krosscek dulu kebenarannya yakan, makannya saya bertanya kepada orang yang lebih tahu karena telah cukup lama menuntut ilmu di pesantren. Yang paling bikin saya sedih adalah saya pernah dibilang Islam saya melenceng gara-gara kebanyakan ngaji di Youtube. Dari peristiwa tersebut saya jadi mikir. Terus saya harus dengerin nasihat siapa kalo lagi butuh nasihat? Yang sanad keilmuannya jelas contohnya siapa? Apa kuharus menelusuri satu-satu gurunya? Belajar kok di larang-larang? Bukankah ada peribahasa yang mengatakan jangan melihat siapa yang menyampaikan, tapi lihatlah apa yang disampaikan, apakah bermanfaat atau tidak.

Saya tahu, maksud kawan saya baik, artinya saya harus berhati-hati dalam menerima informasi, tapi kan nggak gitu juga kali. Okelah kalau kalian memang anak pesantren yang sudah belajar agama sedari kecil dengan didampingi oleh Guru yang sanad keilmuannya jelas, bersyukurlah, tidak semua orang puya kesempatan seperti kalian. Bantu kami yang masih minim pengetahuan agama, tapi ingin berusaha lebih dekat dengan kebaikan, tolonglah jangan dilarang-larang. Jika memang itu tentang akidah yang memang tidak sesuai, bolehlah diluruskan, harus malahan. Tapi jika itu hanya ilmu tentang keseharian, saya rasa semua orang hanya ingin menyampaikan kebaikan, jadi janganlah di beda-bedakan. Mari kita sama-sama belajar, sama-sama mengingatkan dalam kebaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar